Pesatnya kemajuan pembangunan infrastruktur didaerah secara tak langsung telah
merubah pola dan kebiasaan masyarakat, tak terkecuali bagi masyarakat Kabupaten Siak dalam hal memilih moda transportasi. SB.Siak Gemilang dan SB.Siak Wisata, dua group perusahaan lokal yang pernah eksis sebagai sarana transportasi primadona masyarakat yang ingin berpergian dari maupun
menuju kota istana, beberapa tahun terakhir tak lagi penuh sesak oleh penumpang. Moda transportasi sungai dengan Speed Boat sebagai akses utama menuju Ibukota Kabupaten Siak ini kini berangsur-angsur mulai ditinggalkan.
Dulu, moda ansportasi darat kerap kali dianggap tidak efisien. Selain karena persoalan jarak tempuh, kondisi insfrastruktur jalan yang rusak berat dari Kota Siak Sri Indrapura menuju Kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau menyebabkan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan mencapai 4 jam jika melewati Limpang Lago Kabupaten Pelalawan. Sementara untuk jalur alternatif lainnya lainnya, masyarakat mau tak mau melingkar melewati jalan lintas Riau-Sumatera Utara, melewati simpang minas-Kota Perawang via penyeberangan tualang. Kondisi ini diperparah dengan tingginya intensitas lalu lalang kendaraan yang menyebabkan antrian panjang, sehingga tak jarang memakan waktu hingga 2 jam dikemacetan penyeberangan, lalu dilanjutkan melalui jalan melingkar melewati zamrud menuju Siak Sri Indrapura.
Itulah sebabnya mengapa jalur sungai dengan menggunakan speed boat menjadi pilihan utama. Selain karena waktu tempuhnya yang relatif lebih pasti dan singkat kurang lebih dua jam, atau setengah dari waktu tempuh perjalanan darat, tingginya resiko insiden kecelakaan di jalan raya khususnya bila melalui jalan lintas sumatera yang hampir setiap hari memakan korba, menjadi pertimbangan tersendiri bagi masyarakat Siak.
Kini, sarana transportasi sungai yang umumnya bermesin ganda ini paling banyak memuat 25 orang penumpang setiap perjalanan. Padahal dulunya, penumpang yang antusias menggunakan jasa "spit", dalam pelafalan lidah melayu bagi penyebutan sarana transportasi air ini, bisa mencapai dua kali lipat atau bahkan lebih 50 orang. Artinya beberapa tahun terakhir terjadi penurunan pengguna jasa mencapai angka 50 persen.
Alhasil, intesitas pelayaran dikurangi menjadi beberapa perjalanan saja yang waktunya disesuaikan dengan analisis kebutuhan para penumpang.
Padahal pemandangan yang disajikan disepanjang perjalanan melewati sungai Siak cukup unik dan memberikan sensai berbeda. Dikiri kanan, varietas tanaman khas disepanjang sungai yang dulunya terkenal dengan sebutan sungai jantan ini, menghiasi tebing lumpur dibibir sungai selain penampakan beberapa tunggul sisa-sisa dermaga, belum lagi beberapa view industri dan pabrik raksasa yang merupakan pemandangan langka semenanjung Riau. Bila beruntung, kita juga berkesempatan berselisih jalan dengan kapal tag boat yang disebut masyarakat tempatan dengan "tongkang" yang berjalan pelan menarik "gerobak" penuh kayu bulatan untuk bahan baku industri kertas, tak ketinggalan kapal-kapal besar yang memuat berbagai macam logistik juga tak jarang hilir mudik menyapa.
Berbagai sensasi perjalanan sungai itu seolah kini hanya sudi dinikmati para turis yang sengaja berwisata, tamu khusus, atau masyarakat yang enggan menggunakan jalur darat, sebab moda transportasi ini dianggap telah kalah oleh kemajuan zaman. Beberapa tahun lalu Pemkab Siak dan Pemprov Riau melalui kebijakan sharing budget memang telah membuat terobosan penting, yaitu membangun tak hanya satu, tapi tiga jembatan termegah di Provinsi Riau, bahkan barangkali di Pulau Sumatera. Masing-masing jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah di Siak Sri Indrapura, jembatan Sultan Syarif Hasyim di Kecamatan Tualang, dan terakhir jembatan Sultan Abdul Jalil Rahmadsyah di teluk mesjid Kecamatan Sungai Apit.
Selain itu, beberapa akses jalan baru juga dibuka. Perdana dengan membuka akses jalan baru dari Kecamatan Dayun langsung menuju Kota Siak tanpa melewati zamrud sebagaimana biasa, lalu akses jalan dari simpang kilo 11 melewati Kecamatan Koto Gasib menuju Siak Sri Indrapura menjadi urat nadi baru bagi transportasi darat. Baru-baru ini, dibukanya akses jalan maredan-simpang beringin berhasil memangkas waktu tempuh perjalanan Siak Sri Indrapura - Pekanbaru yang berjarak 120km.
Perlahan namun pasti, Pemerintah Kabupaten Siak semakin menunjukkan taji dalam meruntuhkan sekat-sekat isolasi di kawasannya yang kini terbagi dalam 14 kecamatan itu. Siak Sri Indrapura yang digadang-gadangkan menjadi kota budaya dan sejarah dimasa depan ini kini hanya berjarak 1,5 jam dari Kota Pekanbaru. Masyarakat secara tidak langsung juga mulai beralih menggunakan kendaraan roda empat pribadi. Turis domestik dan luar negeri leluasa berdatangan, khususnya di akhir pekan dengan armada bus dan mobil sewaan Sementara pengusaha transportasi sungai yang lebih dahulu eksis dikawasan ini, dikabarkan telah bersiap untuk melakukan ekspansi bidang usahanya ke tranportasi darat. Begitulah selayaknya pembangunan daerah, membawa manfaat yang luas dan dapat dirasakan masyarakat dan berbagai kalangan.
Bagikan
Melancong ke Negeri Istana, Nostalgia Dulu dan Adanya Kini..
4/
5
Oleh
djongriau